Selasa, 05 Mei 2015

F.A.Kayyis


                        Semua orang pasti terlahir karena Ayah dan Ibu. Seorang pemuda yang bijaksana bernama Sugimulyo menikah dengan seorang Gadis yang extra sabar yaitu Supriyanti. Setelah 2 tahun dari pernikahannya. Tiba-tiba di Kota Denpasar pada tanggal 11 November 1997, keluar lah anak perempuan yang imut-imut saat kecil dan amit-amit saat remaja bernama ‘’FAHIMAH AL KAYYIS’’ yang biasa dipanggil Kayyis dan mempunyai ciri khas yaitu tahi lalat di pipi kanannya. Orang tuaku mempunyai anak dua perempuan dan dua laki-laki. Aku termasuk anak pertama dari empat bersaudara. Aku sangat terlalu sabar dalam mengahadapi adek-adekku yang cukup banyak.    
                        Kebiasaanku bermacam-macam yaitu travelling, kuliner, membaca, menulis, online sosial medial, dan juga tidur yang pasti. Aku sangat menyukai matematika, kimia, dan Bahasa Arab. Cita-citaku menjadi dokter, dosen, dan pengusaha yang sukses.
                        Denpasar? Yogyakarta? Kenapa sekarang di Yogyakarta? Iyaa. Aku memang belum lama tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta karena Ayahku pindah-pindah kerja, dari Denpasar dipindah ke Kupang, kemudia ke Yogyakarta. Sejak lahir aku memang dibesarkan di Denpasar dan sudah terbiasa dengan adat istiadat Masyarakat Denpasar yang beragama hindu. Meskipun agamaku islam, tetapi Aku harus menghargai agama mereka. Banyak perayaan-perayaan besar Umat Hindu yang diadakan begitu menarik seperti nyepi, galungan, kuningan, dll. Aku sangat kagum dengan penjor-penjor yang selalu ada dalam perayaan itu. Oiya, Aku mulai sekolah umur 4 tahun di TKIT Tawakkal, kemudian MIT Tawakkal, belum lulus tetapi Aku sudah pindah ke SDIT Albanna, dan di situlah Aku lulus SD dengan hasil yang memuaskan. Selanjutnya menaiki tingkatan pendidikan di SMPIT Albanna dan mulai muncul masalah besar yang tidak terduga. Saat Aku kelas 2 semester 1, Aku baru diberi tahu 5 hari sebelum keberangkatan ke Yogyakarta. Sangat kaget itu pasti. Tapi dalam pemikiranku itu tidak akan mungkin terjadi. Aku sudah dibesarkan di Denpasar, kenapa harus pindah? Akupun sudah nyaman dengan keaadaan kota ini.
                        Tak disangka, ternyata memang benar. Aku benar-benar pindah ke Yogyakarta, Aku meninggalkan teman kecilku, teman lamaku, sahabatku, dan semua kenangan yang pernah terjadi di Denpasar. Sungguh itu sangat menyedihkan dalam sejarah hidupku.
                        Masalah nya bukan cuma sampai situ saja. Tapi? Dimanakah aku akan melanjutkan sekolah? Hampir di semua sekolah aku tidak diterima karena SMPIT Albanna adalah sekolah baru dan juga baru akan diakreditasi, jadi semua sekolah tidak bisa menerimanya walaupun pada saat itu Aku bisa diterima karena prestasiku dan Ayahku sudah berbicara langsung ke dinas tentang akreditasi tetap saja tidak bisa. Entah dimana Aku harus diterima lagi. Tetapi Ayahku tidak pantang menyerah, akhirnya berujung lah masalah itu. Aku diterima di MTsN Maguwoharjo.
                        Wow Aku sangat sedih melihat keadaan di sana. Mengapa bisa seperti itu?. Sungguh berbeda dengan keadaan di Denpasar. Semua berbeda. Aku harus beradaptasi secepatnya dengan perubahan ini, kalau tidak aku tidak akan mempunyai teman dan tidak bisa bergaul dengan Orang-orang Jogja. Logatku masih logat Bali tetapi berbicara dengan Bahasa Indonesia. Karena saat Aku di sana tidak menggunakan Bahasa Bali sepenuhnya, hanya pada saat pelajaran Bahasa Bali, karena sekolahku hanya sekolah swasta islam dan tidak mewajibkan siswa nya untuk berrbicara Bahasa Bali.
                        Bulan demi bulan, Tahun demi tahun. Aku sudah bisa beradaptasi dengan teman-teman dan keadaan di Jogja, cara berbicaranya harus bagaimana, harus sopan santun. Terkadang kata-kata di Bali yang sudah terbiasa kuucapkan, di Jogja sangatlah kasar. Aku belajar untuk membedakan dan ingin fasih berbahasa jawa dengan baik dan benar. Tetapi tidak hanya diriku yang membutuhkan adaptasi, tetapi mukaku yang sangat sensitif terhadap cuaca yang juga membutuhkan adaptasi.
                        Setelah Aku lulus dari MTsN Maguwoharjo. Orang tuaku menyarankan Aku untuk ikut tes masuk ke MAN Insan Cendekia Jakarta yang bertepatan dengan wisuda di MTs, sedih rasanya tidak ikut wisuda dengan teman-temanku. Setelah pengumuman ternyata Aku tidak diterima di Jakarta. Akhirnya Aku dan Ayahku memutuskan untuk daftar ke SMAN 1 Sewon dan alhamdulillah diterima dengan kurikulum 2013.
                        Memang benar masa SMA adalah mencari jati diri. Karena Aku sendiri mengalami hal seperti itu. Sangat banyak pengalaman mulai dari masuk SMAN karena Aku mengikuti organisasi dan extra debate. Dari kecil sudah sekolah di swasta islam dan begitu merasakan sekolah di negeri, sungguh berbeda jauh rasanya. 
                                                                                                                                                                                               

                        

0 komentar:

Posting Komentar