Semua orang pasti
terlahir karena Ayah dan Ibu. Seorang pemuda yang bijaksana bernama Sugimulyo
menikah dengan seorang Gadis yang extra sabar yaitu Supriyanti. Setelah 2 tahun
dari pernikahannya. Tiba-tiba di Kota Denpasar pada tanggal 11 November 1997,
keluar lah anak perempuan yang imut-imut saat kecil dan amit-amit saat remaja
bernama ‘’FAHIMAH AL KAYYIS’’ yang biasa dipanggil Kayyis dan mempunyai ciri
khas yaitu tahi lalat di pipi kanannya. Orang tuaku mempunyai anak dua
perempuan dan dua laki-laki. Aku termasuk anak pertama dari empat bersaudara.
Aku sangat terlalu sabar dalam mengahadapi adek-adekku yang cukup banyak.
Kebiasaanku
bermacam-macam yaitu travelling, kuliner, membaca, menulis, online sosial
medial, dan juga tidur yang pasti. Aku sangat menyukai matematika, kimia, dan
Bahasa Arab. Cita-citaku menjadi dokter, dosen, dan pengusaha yang sukses.
Denpasar? Yogyakarta?
Kenapa sekarang di Yogyakarta? Iyaa. Aku memang belum lama tinggal di Daerah
Istimewa Yogyakarta karena Ayahku pindah-pindah kerja, dari Denpasar dipindah
ke Kupang, kemudia ke Yogyakarta. Sejak lahir aku memang dibesarkan di Denpasar
dan sudah terbiasa dengan adat istiadat Masyarakat Denpasar yang beragama
hindu. Meskipun agamaku islam, tetapi Aku harus menghargai agama mereka. Banyak
perayaan-perayaan besar Umat Hindu yang diadakan begitu menarik seperti nyepi,
galungan, kuningan, dll. Aku sangat kagum dengan penjor-penjor yang selalu ada
dalam perayaan itu. Oiya, Aku mulai sekolah umur 4 tahun di TKIT Tawakkal,
kemudian MIT Tawakkal, belum lulus tetapi Aku sudah pindah ke SDIT Albanna, dan
di situlah Aku lulus SD dengan hasil yang memuaskan. Selanjutnya menaiki
tingkatan pendidikan di SMPIT Albanna dan mulai muncul masalah besar yang tidak
terduga. Saat Aku kelas 2 semester 1, Aku baru diberi tahu 5 hari sebelum
keberangkatan ke Yogyakarta. Sangat kaget itu pasti. Tapi dalam pemikiranku itu
tidak akan mungkin terjadi. Aku sudah dibesarkan di Denpasar, kenapa harus
pindah? Akupun sudah nyaman dengan keaadaan kota ini.
Tak disangka, ternyata
memang benar. Aku benar-benar pindah ke Yogyakarta, Aku meninggalkan teman
kecilku, teman lamaku, sahabatku, dan semua kenangan yang pernah terjadi di
Denpasar. Sungguh itu sangat menyedihkan dalam sejarah hidupku.
Masalah nya bukan cuma
sampai situ saja. Tapi? Dimanakah aku akan melanjutkan sekolah? Hampir di semua
sekolah aku tidak diterima karena SMPIT Albanna adalah sekolah baru dan juga
baru akan diakreditasi, jadi semua sekolah tidak bisa menerimanya walaupun pada
saat itu Aku bisa diterima karena prestasiku dan Ayahku sudah berbicara
langsung ke dinas tentang akreditasi tetap saja tidak bisa. Entah dimana Aku
harus diterima lagi. Tetapi Ayahku tidak pantang menyerah, akhirnya berujung
lah masalah itu. Aku diterima di MTsN Maguwoharjo.
Wow Aku sangat sedih
melihat keadaan di sana. Mengapa bisa seperti itu?. Sungguh berbeda dengan
keadaan di Denpasar. Semua berbeda. Aku harus beradaptasi secepatnya dengan
perubahan ini, kalau tidak aku tidak akan mempunyai teman dan tidak bisa
bergaul dengan Orang-orang Jogja. Logatku masih logat Bali tetapi berbicara
dengan Bahasa Indonesia. Karena saat Aku di sana tidak menggunakan Bahasa Bali
sepenuhnya, hanya pada saat pelajaran Bahasa Bali, karena sekolahku hanya sekolah
swasta islam dan tidak mewajibkan siswa nya untuk berrbicara Bahasa Bali.
Bulan demi bulan, Tahun
demi tahun. Aku sudah bisa beradaptasi dengan teman-teman dan keadaan di Jogja,
cara berbicaranya harus bagaimana, harus sopan santun. Terkadang kata-kata di
Bali yang sudah terbiasa kuucapkan, di Jogja sangatlah kasar. Aku belajar untuk
membedakan dan ingin fasih berbahasa jawa dengan baik dan benar. Tetapi tidak
hanya diriku yang membutuhkan adaptasi, tetapi mukaku yang sangat sensitif
terhadap cuaca yang juga membutuhkan adaptasi.
Setelah Aku lulus dari
MTsN Maguwoharjo. Orang tuaku menyarankan Aku untuk ikut tes masuk ke MAN Insan
Cendekia Jakarta yang bertepatan dengan wisuda di MTs, sedih rasanya tidak ikut
wisuda dengan teman-temanku. Setelah pengumuman ternyata Aku tidak diterima di
Jakarta. Akhirnya Aku dan Ayahku memutuskan untuk daftar ke SMAN 1 Sewon dan
alhamdulillah diterima dengan kurikulum 2013.
Memang benar masa SMA
adalah mencari jati diri. Karena Aku sendiri mengalami hal seperti itu. Sangat
banyak pengalaman mulai dari masuk SMAN karena Aku mengikuti organisasi dan
extra debate. Dari kecil sudah sekolah di swasta islam dan begitu merasakan
sekolah di negeri, sungguh berbeda jauh rasanya.
0 komentar:
Posting Komentar